Kisah Pala dalam Jalur-Jalur Kuno Pembawa Rempah

- 2 Oktober 2021, 18:44 WIB
Warga melihat prasasti peringatan 350 tahun perjanjian Breda di Pulau Run, Banda, Maluku Tengah, Maluku.
Warga melihat prasasti peringatan 350 tahun perjanjian Breda di Pulau Run, Banda, Maluku Tengah, Maluku. /ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja./

SUARA TERNATE - Rasa adalah bahasa lain dari sebuah kemewahan. Ia juga menjadi candu yang terkadang mampu membuat manusia hilang akal.

Setidaknya, untuk memperoleh rasa, Bangsa Romawi di awal masa pemerintahan Kaisar Octavianus Augustus sekitar 27 Sebelum Masehi (SM), harus menghabiskan seratus juta sestersius setiap tahun untuk mengimpor lada, rempah-rempah lainnya, mutiara, sutra dari China, serta parfum dari Timur.

Ratusan kapal dagang berlayar menuju pelabuhan di India dan Afrika Timur dari Roma yang menjadi Ibu Kota Kekaisaran Romawi, menyusuri Laut Mediterania untuk menembus Terusan Necho dari Sungai Nil hingga mencapai Laut Merah yang mengarahkan mereka ke Teluk Aden di ujung selatan Jazirah Arab.

Baca Juga: Tajibesi: Debus Ala Maluku Kie Raha yang Berperan Bangkitkan Semangat Perlawanan terhadap Kolonial

Jalur pelayaran kuno sebelum ada Terusan Suez untuk mencapai Samudera Hindia dari Benua Eropa tersebut tercatat dalam The Periplus maris Erythraei, sebuah teks dari Alexandria yang diperkirakan berasal dari tahun 76 Masehi.

Bangsa Romawi rela menukar emas dan perak mereka untuk mendapatkan kemewahan rasa pedas lada dan rempah-rempah lainnya, sekalipun itu berarti harus mengancam stabilitas keuangan pemerintahan.

Apicius de re Coquinaria, buku masak kuno Eropa yang menyajikan menu-menu khusus bagi kalangan istana dan orang-orang kaya selalu menyertakan rempah-rempah. Walau masih kontrovesi, namun banyak ilmuwan yang meyakini buku tersebut berkaitan dengan seorang ahli gastonomi kaya yang hidup mewah bernama Marcus Gavius Apicius yang hidup di masa Kekaisaran Augustus dan Tiberius sekitar 80 SM hingga 40 Masehi.

Salah satu resep dalam buku Apicius bernama Ius Album In Assum Leporem atau Saus Putih untuk Kelinci, menyajikan daging kelinci dengan lada, lovage, jinten, biji seleri, kuning telur yang diaduk menjadi pasta sebagai bumbu yang nantinya dimasukkan ke dalam kaldu yang juga ditambahkan wine, minyak, cuka, dan bawang yang dicincang.

Lalu mereka akan mengaduknya dengan berbagi tumbuhan herbal yang diikat menjadi satu sehingga akan memberikan rasa yang samar pada kaldu. Sebagai catatan, untuk setiap kata "pepper" dalam resep Romawi kuno di sana bisa merujuk pada merica panjang yang tumbuh di India bernama latin Piper longum.

Namun selain lada, kata itu juga diyakini bisa merujuk pada rempah-rempah lainnya seperti pala atau Myristica fragrans yang hanya tumbuh alami di Kepulauan Banda, lalu "allspice" yang memiliki aroma yang menyenangkan seperti cengkeh, tumbuh di Kepulauan Karibia.

Baca Juga: Mereka yang Memilih Pena adalah Senjata, jadi Tulisan Hingga Pengasingan

Profesor riset bidang sejarah lokal dan global Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Erwiza Erman mengatakan rempah-rempah digunakan untuk bahan campuran makanan, parfum dan obat-obatan. Di masa Imperial Roma, lebih banyak digunakan untuk pengobatan dan pengawetan.

Begitu lekatnya rempah-rempah dalam kehidupan mereka, hingga di akhir abad pertama Masehi dibangunlah sebuah gudang khusus rempah di Roma, sehingga mereka bisa mendapatkan komoditas-komoditas eksotis itu kapan saja. Sebuah kemewahan hakiki di zamannya.

 Buah pala (Myristica fragrans) merah dan pala belanda atau albino di Pulau Run, Banda, Maluku Tengah, Maluku.
Buah pala (Myristica fragrans) merah dan pala belanda atau albino di Pulau Run, Banda, Maluku Tengah, Maluku.


Catatan Hippalus

Seorang navigator Yunani yang hidup pada abad 1 SM di Alexandria, Mesir, bernama Hippalus mencatatkan perihal banyaknya pusat perdagangan tua di Afrika, Arab dan India kala itu dalam buku the Periplus of the Erythaean Sea.

Ia mampu melakukan pelayaran dari Laut Merah ke bagian selatan India bernama Muziris yang kini bernama Kerala, Arikamedu yang kini dikenal sebagai Tamil Nadu, dan tempat-tempat lain di India selama 40 hari. Itu semua dapat dilakukannya setelah menemukan angin muson.

Dengan angin muson Barat Daya, menurut Erwina, para pelaut dapat berlayar dari Laut Merah menuju India. Sebaliknya, kapal-kapal layar dari India menuju barat melalui Teluk Aden. Dari sana para pedagang akan melanjutkan jalan darat ke bagian timur Afrika atau jalur laut sampai Zanzibar, lalu melanjutkan ke utara hingga mencapai pelabuhan Alexandria.

Banyak pihak yang terlibat dalam peredaran rempah-rempah di periode klasik. Para pedangan Yahudi, kata Erwina, juga berperan penting dalam perdagangan antara dunia Islam dan Kristen di abad ke 9 Masehi.

Sementara pedagang-pedagang Arab membawa rempah-rempah menuju India dan Nusantara, yang kemudian memungkinkan terjadinya proses islamisasi. Pedagang India dan Sri Lanka membawanya ke timur Afrika, sedangkan pedagang Kilwa membawanya ke timur India lalu Sri Lanka dan kota-kota pantai di timur Afrika.

Namun ternyata perdagangan rempah-rempah itu jauh lebih tua dari yang dibayangkan. Sejarawan dari Universitas Indonesia (UI) Dr Bondan Kanumoyoso dalam perbincangannya dengan ANTARA menyinggung perihal hasil riset yang menemukan cengkeh di Terqa, sebuah kota kuno di situs Tell Ashara yang terletak Suriah, dan diperkirakan berasal dari tahun 1720 SM.

Lalu ada pula hasil riset yang dilakukan Asley Scott dan rekan-rekannya berjudul Exotic foods reveal contact between South Asia and the Near East during the second millennium BCE yang diterbitkan PNAS pada 21 Desember 2020 tersebut mengidentifikasi sisa makanan pokok dan makanan eksotis yang dikonsumsi di Zaman Perunggu dan Zaman Besi awal di Mediterania.

Meski berbagai aspek dari perdagangan awal tersebut masih belum diketahui, namun beberapa temuan luar biasa tidak diragukan lagi bahwa perdagangan rempah-rempah Indo-Mediterania sudah ada selama Zaman Perunggu.

Biji lada yang digunakan untuk mumifikasi Ramses II pada 1213 SM berasal dari selatan India dan cengkeh yang merupakan tanaman asli Indonesia dari Kepulauan Maluku ditemukan di Terqa, Suriah, yang berasal dari tahun 1720 SM, kemungkinan dibawa mengikuti rute tidak langsung ke Mesopotamia melalui rute perdaganan Asia Selatan. (Virna P Setyorini)***

Editor: Ahmad Zamzami

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x