Selisik Jejak Hongitochten di Maluku Utara

- 3 Oktober 2021, 06:05 WIB
Gugusan pulau yang dikenal dengan sebutan Maluku Kie Raha (negeri empat gunung) kini masuk dalam wilayah Provinsi Maluku Utara.
Gugusan pulau yang dikenal dengan sebutan Maluku Kie Raha (negeri empat gunung) kini masuk dalam wilayah Provinsi Maluku Utara. /Suara Ternate/Ghazali Hasan/

SUARA TERNATE - Penjelajahan mencari rempah oleh beberapa negara di Eropa diawali saat Dinasti Ottoman yang ada di wilayah Turki saat itu menaikkan harga yang membuat kelangkaan rempah-rempah di Benua Biru.

Melonjaknya harga rempah-rempah membuat sejumlah kerajaan memutuskan mencari sendiri asal dari komoditas itu, yang mulai dikenali di Eropa lantaran perdagangan darat Jalur Sutra.

Sejarawan dari Universitas Indonesia (UI) Dr Bondan Kanumoyoso mengatakan kisah rempah dari Kepulauan Maluku itu telah memiliki sejarah panjang.

Bahkan, ekskavasi arkeologi peninggalan kerajaan kuno Mesopotamia di situs Terqa, Suriah, menemukan jambangan yang berisi cengkeh bernama latin Syzygium aromaticum yang berasal dari sekitar tahun 1.700 Sebelum Masehi (SM).

"Jadi percaya atau tidak, cengkeh itu sudah diperdagangkan sejak zaman dunia kuno. Jadi setelah itu cengkeh sempat tidak terlalu tren, tapi sudah menjadi komoditas dengan harga mahal," kata Bondan.

Baca Juga: Tajibesi: Debus Ala Maluku Kie Raha yang Berperan Bangkitkan Semangat Perlawanan terhadap Kolonial

Pencarian rempah dan kepulauan penghasilnya memulai Abad Penjelajahan bangsa Eropa pada abad ke-16, dengan Portugis menjadi bangsa pertama yang masuk ke Nusantara setelah mereka menaklukkan Malaka pada 1511, dan berhasil mencapai Kepulauan Banda di 1512.

Sementara itu, Spanyol juga mengirimkan Ferdinand Magellan yang sebenarnya berkebangsaan Portugis untuk memulai pencarian mereka dan berhasil mencapai wilayah Kerajaan Tidore di Maluku Utara pada November 1521, meski saat itu pemimpin ekspedisi sudah digantikan Juan Sebastian Elcano karena Magellan terbunuh dalam perang Mactan di Filipina, beberapa bulan sebelumnya.

Sejak kedatangan mereka, Spanyol dan Portugis mulai mendominasi perdagangan rempah-rempah berupa pala dan cengkeh di Kepulauan Maluku.

Persaingan mereka berlanjut dengan memanfaatkan rivalitas dua kerajaan besar yang berada di wilayah itu, Ternate dan Tidore. Portugis bersekutu dengan Ternate dan Spanyol bersekutu dengan Tidore.

Dominasi kedua negara itu mulai pudar ketika Belanda tiba di Kepulauan Maluku pada Maret 1599 yang sukses membawa pulang rempah-rempah. Keuntungan dari perjalanan itu menjadi salah satu faktor pada 1602 dibentuk persekutuan dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

VOC memiliki hak-hak istimewa seperti memiliki tentara, memiliki mata uang, bernegosiasi dengan negara lain sampai menyatakan perang. Kekuasaan yang cukup luas itu juga membuat VOC mampu melakukan segala cara untuk melakukan monopoli perdagangan cengkeh dan pala di Maluku, atau yang kini dikenal sebagai Hongitochten atau Pelayaran Hongi.

Hongitochten adalah pelayaran pengawasan yang dilakukan untuk memastikan tidak terjadi kelebihan produksi rempah. Menggunakan armada perahu kora-kora, sebuah perahu tradisional Maluku, VOC mengitari wilayah kepulauan itu untuk memastikan bahwa tidak ada penyelundupan dan penjualan ke pihak lain.

VOC juga mengadakan kesepakatan dengan raja-raja Maluku untuk memperkuat cengkraman monopoli rempah di bumi Moloku Kie Raha.

"Dengan kesepakatan yang diatur sedemikian rupa yang memberi keuntungan kepada penguasa Maluku tapi dengan itu VOC bisa mengendalikan perdagangan cengkeh itu atas kesepakatan kedua belah pihak. Ini yang menyebabkan kemudian VOC bisa menegakkan monopoli dengan menghentikan produksi rempah-rempah di Maluku Utara karena mereka anggap itu daerah yang sangat tidak bisa dikendalikan karena ada dua kesultanan besar Ternate dan Tidore," kata Bondan.

Saat itu salah satu cara untuk menjaga harga komoditas, VOC menerapkan ekstirpasi atau pemusnahan pohon cengkeh dan pala untuk mengekalkan monopoli serikat dagang itu. Pada masa Hongitochten diterapkan, jika diketahui ada desa yang menanam cengkeh atau pala maka mereka akan menghancurkan desa beserta dengan pohon-pohon penghasil rempah dan membunuh penduduknya.

Petani cengkih saat sedang menjemur hasil panennnya di Ternate, Maluku Utara.
Petani cengkih saat sedang menjemur hasil panennnya di Ternate, Maluku Utara.


Kisah cengkih Afo

VOC sudah dibubarkan pada 1799, Indonesia sudah merdeka dari Belanda sejak proklamasi 1945. Namun jejak kolonialismenya masih bisa dilihat di beberapa wilayah, termasuk di Kepulauan Maluku.

Di Maluku Utara, terdapat Pulau Makian yang kini dikenal sebagai penghasil kenari. Tapi siapa sangka, sejarah kenari di pulau itu dimulai ketika VOC membeli pohon cengkeh di pulau itu dan membakar hingga ke akar-akarnya pohon milik masyarakat yang tidak ingin menjual kepada mereka.

Jejak Hongitochten di sana ada pada kisah awal munculnya kenari yang diturunkan dari generasi ke generasi lewat cara tutur, kata Usman Hadi, salah satu petani dan pemilik kebun kenari di Desa Suma, Pulau Makian.

"Mereka beli dari buah, batang, daun sampai akar. Pada akhirnya cengkeh secara tidak langsung hilang di Pulau Makian," kata Usman menceritakan bagaimana VOC memborong habis pohon cengkeh di pulau tersebut.

Melihat hal itu nenek moyang penduduk desa yang berada di kaki gunung berapi aktif Kie Besi itu lalu mencari cara untuk mempertahankan penghidupan mereka. Kenari lalu menjadi pilihan untuk menggantikan komoditas cengkeh atau dalam bahasa lokal sering disebut gau medi, yang kondisinya bertahan sampai sekarang.

Sementara itu, jejak Hongitochten dan ekstirpasi masih dapat dilihat di Ternate, yang memiliki pohon cengkeh tertua di dunia berusia ratusan tahun yang disebut Cengkeh Afo.

Berada di lereng Gunung Gamalama, tepatnya di Desa Tongole, Kelurahan Marikurubu, Cengkeh Afo menjadi saksi bisu usaha masyarakat lokal menyelamatkan cengkeh dari monopoli VOC.

Menurut Ketua Cengkeh Afo dan Gamalama Spices Community Jauhar Mahmud, nama Afo sebenarnya merujuk pada pohon kayu besar yang dipakai untuk menyembunyikan cengkeh dari mata Belanda saat Hongitechten diterapkan.

"Afo adalah pohon liar yang memang bertumbuh di semua lereng gunung, bentuk daunnya lebat, batangnya besar," kata Jauhar.

Baca Juga: Tuna Sirip Kuning Komoditas Ekspor Perikanan Maluku Utara ke Pasar Internasional

Sama seperti di Makian, kala itu VOC membeli seluruh pohon cengkeh mulai dari buah, batang, daun sampai akar. Langkah tersebut menimbulkan kekhawatiran masyarakat kala itu yang takut komoditas cengkeh akan punah di kemudian hari.

Terdapat tiga pohon cengkeh berusia ratusan tahun di desa itu yang dijuluki Afo I, Afo II dan Afo III. Namun sayang Afo I yang sudah berusia kurang lebih 500 tahun sudah roboh sekitar tahun 2001 dengan Afo II yang berusia 250 tahun roboh pada 2019.

Yang tersisa kini hanya Afo III yang berusia 200 tahun, tergolong jauh lebih muda dibandingkan "kakak-kakaknya" yang memiliki peranan penting dalam menjaga keberadaan spesies cengkeh tersebut di tanah Maluku.

Dan, menurut Jauhar, bibit Cengkeh Afo sudah menyebar ke seluruh penjuru Indonesia bahkan sampai Zanzibar di Tanzania.

"Belanda menerapkan sistem monopoli untuk memiliki cengkeh sebanyak mungkin. Kalau tidak mampu menjual maka membumihanguskan. Makanya para petani waktu itu berpikir kalau semacam ini berarti anak cucunya tidak akan menikmati cengkeh maka dengan inisiasi sendiri menanam cengkeh jauh dari pemantauan penjajah di lereng Gunung Gamalama dan disembunyikan di balik pohon Afo sehingga tidak terlihat orang orang lain," ujar Jauhar.

Kisah heroik masyarakat lokal menyelamatkan Cengkeh Afo sendiri telah diturunkan dari generasi ke generasi lewat cerita dari mulut ke mulut dan Jauhar bertekad untuk melestarikan dan menceritakan ke generasi berikutnya kisah dari Afo, yang kini daerahnya menjadi bagian dari kawasan ekowisata setempat.

"Ini perlu kami turunkan kepada anak-anak atau saudara-saudara kami yang ada di sini, sehingga patut kita melestarikan Afo," ujar Jauhar. (Prisca Triferna Violleta).***

Editor: Ahmad Zamzami

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x