SUARA TERNATE - Perilaku biadab seorang oknum guru yang juga pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di kawasan Cibiru, Bandung, Jawa Barat, menjadi sorotan publik.
Pelaku berinisial HW, 36, melakukan pemerkosaan kepada belasan santriwati di pondok pesantrennya sendiri yang mengakibatkan tujuh korban hamil hingga sembilan diantaranya melahirkan bayi.
Komite Solidaritas Perlindungan Perempuan dan Anak (KSPPA) DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai dakwaan jaksa terhadap pelaku HW yang memerkosa 12 santrinya seharusnya memuat ancaman hukuman kebiri.
Baca Juga: Resmi jadi ASN Polri, Novel Baswedan Cs Diingatkan Tak Bikin Seperti di KPK
“Kami menyayangkan jaksa dalam dakwaannya tidak mencantumkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Kebiri Predator Seksual yang sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Desember 2020,” kata Pengurus KSSPA DPP PSI Mary Silvita, Kamis 9 Desember 2021.
Hukuman kebiri layak diterima pelaku predator seksual anak, agar ada efek jera dan mencegah kejadian serupa terulang kembali di lingkungan pendidikan seperti pondok pesantren.
PP No. 70 Tahun 2020 mengatur tentang tata cara pelaksanaan kebiri kimia, pemasangan alat deteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Baca Juga: Usai Cabuli Belasan Santri hingga Hamil dan Melahirkan, Ini Pengakuan Oknum Guru Pesantren
PP itu mengatur bahwa pelaku kekerasan seksual yang korbannya adalah anak-anak dapat dikebiri lewat suntikan zat kimia, sehingga ia tidak lagi memiliki hasrat seksual. Namun, kebiri juga disertai dengan rehabilitasi.