Lindungi Anak dari Cyber Bullying, Ini Saran dari Ahli

- 25 Oktober 2021, 13:07 WIB
anak bermain ponsel
anak bermain ponsel / Peggy und Marco Lachmann-Anke /pixabay

SUARA TERNATE - Ruby Alamnsyah, pakar digital forensik dari Universitas Indonesia, menyarankan agar para orang tua memahami digital parenting, mendampingi, mengontrol, mengawasi, hingga memberi batasan jam main online anak untuk melindungi mereka dari perundungan dunia maya atau cyberbullying.

Penggagas Indonesian Cyber Crime Combat Center (IC4) sekaligus pendiri dan CEO Digital Forensic Indonesia (DFI) tersebut menyatakan, jumlah pengguna internet di Indonesia terus meningkat, namun banyak yang belum mengerti etika atau perilaku dalam mengidentifikasi hal-hal negatif dari internet.

"Aktifkan parenting control, pilihkan platform yang boleh dimainkan, dan sekaligus memberi pemahaman bagi anak untuk melindungi dirinya," ujarnya melalui siaran pers, yang dikutip Senin 25 Oktober 2021.

Baca Juga: Dirilis Bulan Depan, Ini Fitur-Fitur Baru di PUGB New State. Ada Peta Terbaru hingga Sistem Rekrut Musuh

Ruby memaparkan, beberapa kategori cyberbullying antara lain pesan mengandung penghinaan, impersonation (membuat akun palsu seseorang untuk memudahkan pelaku melancarkan aksinya) dan cyberstalking (menguntit dan meneror).

Ada pun pencemaran nama baik, pemerasan, trolling (membuat komentar yang menyakitkan), outing (pura-pura menjadi teman tetapi kemudian mempermalukan korban), hingga doxing (menyebarluaskan informasi pribadi secara online).

"Untuk melindungi anak kita, orangtua jangan melimpahkan tanggung jawab bergawai kepada anak, namun tetap mengawal dan mengawasi penuh terhadap apa yang diberikan kepada anak. Think before click, think before post. Ingat, internet adalah ranah publik,” tegas Ruby.

Baca Juga: Samsung Luncurkan Galaxy M52 5G untuk Pengguna Kelas Menengah. Cek Spesifikasi dan Harganya

Sebuah studi dari Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) tentang penetrasi internet dan perilaku pengguna internet mengungkapkan sekitar 49 persen dari 5.900 responden mengaku pernah diintimidasi secara online. Berdasarkan mediumnya, Twitter dengan kasus terbanyak terjadinya cyberbullying yakni 42 persen.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Internet of Things Indonesia (ASIOTI), Fita Maulani berpendapat, dalam upaya mencegah tindak cyberbullying anak, pemanfaatan teknologi Internet of Things (IoT) bisa menjadi solusi.

iOT merupakan sebuah konsep dimana sebuah obyek tertentu memiliki kemampuan untuk mengirimkan data melalui jaringan tanpa adanya interaksi dari manusia ke manusia, atau pun dari manusia ke perangkat komputer.

Teknologi GPS (Global Positioning System) dan smartphone yang bisa digunakan untuk remote TV atau AC, termasuk contoh IoT yang lekat dengan kehidupan orang-orang saat ini.

Fitur IoT dapat ditempatkan di area pribadi seperti kamar tidur atau kamar mandi, dengan mengaktifkan fungsi deteksi panas tubuh serta tingkat desibel untuk mengirimkan data dengan makna tertentu.

Dalam konteks cyberbullying, teknologi ini akan mengirim sinyal kepada orang tua atau guru sekolah melalui komputer atau perangkat seluler manakala sensor mendeteksi anomali di tingkat desibel yang tidak wajar, yang disebabkan oleh perundungan atau intimidasi.

Anak-anak juga dapat dilengkapi dengan wearable yang mampu mendeteksi sensor, baik itu GPS tracker atau panic button alert berupa jam tangan atau kalung, yang dapat difungsikan saat terdesak.

"Lindungi anak kita di dunia digital, salah satunya dengan tidak membagi foto atau menginformasikan keberadaan anak di media sosial. Kita tidak pernah tahu bahwa mungkin saja ada follower yang tidak dikenal, yang adalah pelaku kejahatan," kata dia.

Walau upaya melindungi masyarakat melalui Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah diberlakukan, namun masyarakat disarankan melakukan upaya preventif secara mandiri.

Upaya ini misalnya tidak menerima pertemanan dari orang yang tidak dikenal, membagikan informasi pribadi, hindari meng-install aplikasi dari tempat tidak resmi, menghindari menggunakan fitur check-in, jangan mudah terprovokasi dan bereaksi agresif.

Bila sudah terjadi tindak cyberbullying, sebaiknya simpan pesan atau email sebagai bukti digital, log off dari situs atau tempat terjadi, blokir pesan dan jangan menanggapi mereka.

Jika sudah sangat meresahkan, maka laporkan kejadian tersebut pada orang dewasa, orang tua atau pihak berwajib.***

Editor: Ahmad Zamzami

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah