SUARA TERNATE - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/BI 7DRR) atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen.
Sementara itu, tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing masing 5 persen dan 6,5 persen.
"Keputusan kenaikan suku bunga acuan yang lebih terukur ini merupakan langkah lanjutan secara front loaded, preemptive, forward looking, dalam memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan," ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam konpers di Jakarta, Kamis, 19 Januari 2023.
Baca Juga: Dipatok Seharga Rp6 Miliar, Rumah Tersepi di Dunia di Pulau Kecil Akhirnya Laku Terjual
Perry memastikan, kenaikan BI 7DRR sebesar 225 basis poin secara akumulatif sejak awal kenaikannya pada Agustus 2022 hingga menjadi 5,75 persen tetap memadai untuk memastikan inflasi tetap berada di kisaran 3 plus minus 1 persen pada semester I 2023 dan inflasi indeks harga konsumen (IHK) untuk kembali ke dalam sasaran 3 plus minus 1 persen pada semester II 2023.
Perry memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 2,3 persen (yoy). Proyeksi ini tercatat turun 0,3 poin dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 2,6 persen (yoy). Penurunan proyeksi ini imbas gejolak global yang masih terjadi di tahun ini serta adanya potensi resesi di sejumlah negara maju.
Secara keseluruhan BI menurunkan proyeksi ekonomi dunia tahun 2023 menjadi 2,3 persen (yoy) dari perkiraan sebelumnya 2,6 persen (yoy). Tekanan inflasi global indikasi berkurang sejalan melambatnya pertumbuhan ekonomi global meski tetap di level tinggi seiring naiknya harga energi dan pangan global," ujarnya.
Berdasarkan pengamatan terkini BI, kondisi ekonomi global tahun ini semakin melambat dari perkiraan sebelumnya. Hal ini akibat fragmentasi politik dan ekonomi yang belum usai di tatanan global serta adanya pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju.
Kondisi ini pun berdampak pada peningkatan potensi resesi di AS dan Eropa.
Hal berbeda justru terjadi pada ekonomi domestik, karena Bank Indonesia tetap optimistis kinerja ekonomi dalam negeri terus menguat tahun ini.
Optimisme ini didukung kian kuatnya ekonomi seiring pencabutan kebijakan PPKM, sehingga mobilitas masyarakat pun ikut meningkat. Selain itu, ada pula faktor tekanan ketidakpastian di pasar keuangan yang mulai reda.
"Perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut, didorong permintaan domestik yang semakin kuat. Sehingga pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terus berlanjut meski sedikit melambat dari titik tengahnya di kisaran 4,5-5,3 persen (yoy).
Sejalan dengan turunnya prospek pertumbuhan ekonomi global, konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap tumbuh tinggi sejalan meningkatnya mobilitas masyarakat pascapencabutan PPKM," pungkasnya.
Dampak suku bunga naik
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menjelaskan ada beberapa dampak signifikan yang bakal dirasakan masyarakat imbas kenaikan suku bunga BI yakni biaya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hingga pinjaman usaha membengkak.
Pengetatan moneter ini bakal membuat tingkat suku bunga acuan di perbankan dan lembaga keuangan konvensional lain ikut membengkak. Akibatnya, biaya kredit ke bank bakal menjadi lebih mahal, termasuk KPR dan kredit kendaraan bermotor.
"Dampaknya untuk mendapatkan akses usaha menjadi lebih mahal. Ini juga akan mengurangi pertumbuhan ekonomi," kata Faisal.
Kemudian, kata Faisal, pertumbuhan sektor riil terhambat. Dia menjelaskan penyaluran kredit yang berkurang atau terhambat bakal berdampak langsung terhadap pertumbuhan di sektor riil.
"Otomatis pertumbuhan sektor riil, karena kekurangan dana atau terhambatnya penyaluran dana, akan terkena dampaknya," pungkasnya.***