Hal berbeda justru terjadi pada ekonomi domestik, karena Bank Indonesia tetap optimistis kinerja ekonomi dalam negeri terus menguat tahun ini.
Optimisme ini didukung kian kuatnya ekonomi seiring pencabutan kebijakan PPKM, sehingga mobilitas masyarakat pun ikut meningkat. Selain itu, ada pula faktor tekanan ketidakpastian di pasar keuangan yang mulai reda.
"Perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut, didorong permintaan domestik yang semakin kuat. Sehingga pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terus berlanjut meski sedikit melambat dari titik tengahnya di kisaran 4,5-5,3 persen (yoy).
Sejalan dengan turunnya prospek pertumbuhan ekonomi global, konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap tumbuh tinggi sejalan meningkatnya mobilitas masyarakat pascapencabutan PPKM," pungkasnya.
Dampak suku bunga naik
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menjelaskan ada beberapa dampak signifikan yang bakal dirasakan masyarakat imbas kenaikan suku bunga BI yakni biaya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hingga pinjaman usaha membengkak.
Pengetatan moneter ini bakal membuat tingkat suku bunga acuan di perbankan dan lembaga keuangan konvensional lain ikut membengkak. Akibatnya, biaya kredit ke bank bakal menjadi lebih mahal, termasuk KPR dan kredit kendaraan bermotor.
"Dampaknya untuk mendapatkan akses usaha menjadi lebih mahal. Ini juga akan mengurangi pertumbuhan ekonomi," kata Faisal.
Kemudian, kata Faisal, pertumbuhan sektor riil terhambat. Dia menjelaskan penyaluran kredit yang berkurang atau terhambat bakal berdampak langsung terhadap pertumbuhan di sektor riil.