Gara-gara Gas Air Mata, Tragedi di Lima, Peru Bermula

- 2 Oktober 2022, 10:05 WIB
Sebuah foto di koran lokal Peru menunjukkan tembakan gas air mata di Estadio Nacional Mei 1964. (BBC)
Sebuah foto di koran lokal Peru menunjukkan tembakan gas air mata di Estadio Nacional Mei 1964. (BBC) /

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, IPW Desak Kapolri Cabut Izin Penyelenggaraan Kompetisi BRI Liga 1

Meski akhirnya pintu baja yang terkunci itu jebol, suporter yang berhimpitan saling menimpa dan terinjak-injak.

Dari laporan yang beredar, pendukung timnas Peru yang meninggal terjadi karena pendarahan internal dan kehabisan napas.

Akibat peristiwa ini, otoritas Peru melaporkan setidaknya 328 orang meninggal dunia. Sementara itu, 500 orang lain terluka.

Baca Juga: Buntut Tragedi Kanjuruhan Malang, PT LIB Setop Sementara BRI Liga 1

Meski begitu, data penonton bola yang meninggal ini diklaim bukan jumlah sebenarnya. Bahkan ada dugaan ada luka tembak yang dilakukan polisi.

Jorge Salazar, seorang jurnalis dan profesor yang telah menulis sebuah buku tentang bencana tersebut, mengatakan bahwa masyarakat Peru pada saat itu sangat bergejolak.

"Di Peru, orang berbicara untuk pertama kalinya tentang keadilan sosial. Ada banyak demonstrasi, gerakan pekerja dan partai komunis. Kiri cukup kuat, dan ada bentrokan permanen antara polisi dan rakyat," kata Salazar dikutip dari BBC.

Banyak dari para penggemar sepak bola yang lolos dari gas air mata, tentu ingin membalas dendam kepada polisi. Dua polisi dilaporkan tewas di dalam stadion, dan pertempuran berlanjut di jalan-jalan di luar.

Dari tragedi ini, Jorge Azambuja, komandan polisi yang memberi perintah untuk menembakkan gas air mata, dijatuhi hukuman 30 bulan penjara.

Halaman:

Editor: Ghazali Hasan

Sumber: BBC


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x