Permohonan Maaf Belanda kepada Indonesia atas Kejahatan Masa Lalu yang Melingkupinya

- 27 Februari 2022, 10:14 WIB
Dok. Duta Besar (Dubes) RI untuk Belanda, Mayerfas, menghadiri acara Pembukaan Pameran Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Rijksmuseum Belanda pada Kamis (10/2/2022). (Antara / Dokumentasi KBRI Den Haag) (Antara / Dokumentasi KBRI Den Ha)
Dok. Duta Besar (Dubes) RI untuk Belanda, Mayerfas, menghadiri acara Pembukaan Pameran Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Rijksmuseum Belanda pada Kamis (10/2/2022). (Antara / Dokumentasi KBRI Den Haag) (Antara / Dokumentasi KBRI Den Ha) /

Padahal menurut piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) – di mana Belanda sejak awal menjadi anggota – tindakan agresi adalah ilegal, dan self defense memang diperbolehkan.

Kedatangan serdadu Belanda ke Indonesia menyusup melalui NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda). Merujuk keputusan Civil Affairs Agreement antara pemerintah Inggris dan Belanda pada 24 Agustus 1945, yang boleh mendarat di Indonesia hanyalah tentara Inggris, tetapi Belanda bisa ikut membantu sebagai pegawai NICA.

Serdadu Belanda ikut dalam rombongan tentara Inggris yang bertugas mengurus para interniran. Mereka yang ditahan di kamp pada masa penjajahan Jepang menjadi sasaran kekerasan.

Baca Juga: Jalur Trem Tertua di Indonesia Ditemukan di Lokasi Penggalian MRT Jakarta

Pada tanggal 23 Agustus 1945 Pasukan Sekutu dan NICA mendarat di Sabang, Aceh. Mereka baru tiba di Jakarta pada 15 September 1945.

Dua minggu setelah kedatangannya di Jakarta, AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies) berlabuh di Tanjung Priok di bawah Pimpinan Letjen Sir Philip Christison. Dan Maret 1946 Panglima tentara Inggris mulai mengijinkan Belanda untuk mengirim pasukannya.

Namun kedatangan sekutu ke beberapa kota mendapat perlawanan dari pasukan Indonesia. Selain NICA memboncengi tentara sekutu, rakyat sudah antipati karena mereka mempersenjatai kembali orang-orang yang semula pada masa kolonial merupakan bagian dari KNIL (Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger/Tentara Kerajaan Hindia Belanda).

Meletuslah peristiwa memorial yang kita kenal seperti Palagan Ambarawa sebagai Hari Juang Kartika TNI-AD, Bandung Lautan Api, Pertempuran Medan Area, Pertempuran Surabaya sebagai Hari Pahlawan Nasional, Puputan Margarana, sampai peristiwa Korban 40.000 Jiwa Westerling di Sulawesi Selatan yang kini dijadikan sebagai nama jalan di salah satu sudut kota Makassar.

Kekejaman yang diakui Belanda dalam penelitiannya kian tak terbendung. Meski NICA memberlakukan keadaan darurat administrasi sipil saat itu, tetapi nyatanya militer yang mengontrol situasi. Hal ini tentu melemahkan argumentasi lama bahwa serbuan bersenjata saat itu merupakan aksi polisional. Padahal jelas-jelas adalah bentuk agresi militer.

Ide aksi polisional ini muncul dari pemerintah Belanda setelah Perundingan Linggarjati, tetapi pemerintah Indonesia menolak. Belanda melanggar perjanjian dan melancarkan agresi militer pertama yang dilakukan pada tengah malam 20 Juli 1947.

Halaman:

Editor: Ghazali Hasan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah