Menanggapi serangan itu, sebenarnya dunia internasional memihak Republik Indonesia. Pandit Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India yang pertama, misalnya mendukung pemerintah Republik Indonesia untuk mempertahankan statusnya sebagai negara merdeka. Lalu para buruh Australia memprotes dengan pelarangan bongkar-muat kapal Belanda di pelabuhan Australia.
Sementara respons PBB, menyetujui usulan Amerika untuk membentuk Komisi Jasa Baik (Good Offices Comittee), sebagai mediator di antara kedua negara yang sedang bertikai.
Pernah satu waktu dalam pembahasan mengenai penyelesian konflik di PBB, Sutan Syahrir, yang saat itu menjadi Kepala Perwakilan Indonesia, dengan tegas bilang, “bagaimana mungkin ada perundingan yang bebas bila salah satu pihak berdiri dengan pistol terarah ke kepala pihak lain?”
Tetapi kita tahu, Komisi Jasa Baik nantinya mengusulkan draf Perjanjian Renville yang justru semakin melemahkan posisi Republik Indonesia. Perjanjian itu menegaskan kedaulatan Belanda dan Republik Indonesia akan menjadi negara bagian jika Republik Indonesia Serikat kelak terbentuk.
Pertempuran demi pertempuran, perundingan demi perundingan terus berlangsung dalam masa-masa yang kita sebut “Revolusi” ini – Belanda memakai istilah “Bersiap” (untuk menandai kerusuhan yang terjadi terutama pada 15 Agustus 1945 sampai 1946), yang beberapa waktu lalu jadi kontroversi di antara peneliti sejarah – sampai berujung pada KMB (Konferensi Meja Bundar) dan penyerahan kedaulatan oleh Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949.
Baca Juga: Mengenang Para Johan dalam Sejarah Kedaulatan Maritim Kerajaan Melayu
Serikat untuk Siasat
Dalam masa Revolusi, yang menjadi korban bukan hanya dari serdadu Belanda ataupun Indonesia, tetapi juga kelompok sipil dari golongan Indis (orang Belanda kelahiran Indonesia) dan keturunan Indo (Eropa-Hindia), orang Tionghoa, orang Ambon, dan Manado.
Ada sentimen rasial kepada kelompok suku dan ras yang muncul di masyarakat. Apalagi mereka yang diketahui dekat atapun bekerja sama dengan penjajah.