Gerakan Oksigen untuk Warga: Ketika Warga Saling Bantu Menuju Pandemi Terkendali

- 4 Oktober 2021, 08:05 WIB
Seorang relawan, Mega (28) menurunkan tabung yang akan dikelola oleh Siswo Mulyartono, dkk di Cirebon.
Seorang relawan, Mega (28) menurunkan tabung yang akan dikelola oleh Siswo Mulyartono, dkk di Cirebon. /Suara Ternate/Arief Bobhil Paliling/

SUARA TERNATE - Para pakar memprediksi gelombang baru Covid-19 bisa saja terjadi pada bulan Desember 2021. Epidemiolog asal Indonesia dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, salah satunya, mengatakan bahwa Indonesia berpotensi mengalami gelombang ketiga COVID-19 — yang awalnya ia prediksi akan terjadi di bulan Oktober.

Perkiraan itu bisa mundur ataupun kecil karena intervensi dari pembatasan maupun vaksinasi.

Tetapi Indonesia masih perlu berwaspada. Tingkat kematian masih tinggi. Indonesia berada di peringkat 30 dunia untuk fatality rate 3,37 persen, sekaligus menjadi peringkat kedua di Asia Tenggara di bawah Myanmar. Rata-rata dalam sepekan masih ada seratusan orang yang meninggal karena Covid-19.

Tentu angka itu turun dari lonjakan kasus yang terjadi selama bulan Juli dan Agustus, di mana puncak kematian tertinggi tanggal 4 Agustus, mencapai 1.747 orang dan rata-rata kematian dalam sepekan mencapai 1.711 orang.

Dalam dua bulan itu Indonesia dengan ketat berkutat melawan lonjakan kasus. Ditambah lagi warga harus berhadapan dengan minimnya pasokan oksigen — termasuk tabungnya. Harga tabung dari yang dulunya sekitar sembilan ratus ribu untuk ukuran satu kubik, harganya jadi tiga juta, sementara oksigen untuk satu kubik yang dulunya 15 ribu, jadi 35 ribu sampai 60 ribu.

Langkanya oksigen ini menambah rumitnya penanganan kasus, apalagi rumah sakit dan tempat isolasi kekuarangan tempat tidur.

Tren kenaikan kasus, khususnya di Jakarta, sebenarnya sudah terlihat sejak Mei, kemudian grafiknya terus bergerak naik dengan mencekam begitu memasuki Juni dan sekarang turun kembali.

Penurunan kasus — selain vaksinasi dan intervensi langsung oleh pemerintah melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang diterapkan berlevel-level itu — juga tidak terlepas dari inisiatif warga yang saling bantu.

Salah satu gerakan warga yang cukup impresif di bulan-bulan penuh kasus Covid-19 itu adalah inisiatif dari Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen untuk Indonesia atau biasa dipersingkat Gerakan Sejuta Tes yang melakukan peminjaman tabung oksigen gratis. Inisiatif ini muncul karena merespons kondisi langkanya oksigen yang mulai terjadi.

“Dari obrolan di WhatsApp grup kami, kemudian tercetus satu ide bagaimana kalau kemudian kita pinjemin oksigen yang kita punya kepada warga lain dan kita ajak yang lain begitu juga. Tapi permintaan begitu banyak sehingga perlu dilakukan penggalangan dana dan kita kemudian membeli sejumlah tabung (dengan kondisi terisi) untuk pertama kali dipinjamkan selama lima sampai tujuh hari kepada warga yang membutuhkan, yang saturasinya sangat rendah,” jelas Alif Iman Nurlambang, Koordinator Pelaksana Gerakan Sejuta Tes termasuk gerakan Oksigen untuk Warga dalam acara tayang bincang Mata Najwa.

Peminjaman tabung ini juga awalnya ditujukan untuk pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri atau mereka yang sulit menjangkau pelayanan kesehatan.

Gerakan peminjaman oksigen gratis ini dimulai sejak kamis, tanggal 1 Juli, lima hari setelah Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyampaiakan bahwa pasokan oksigen dan tabung oksigen di Indonesia masih cukup.

“Bapak-Ibu juga mungkin mendengar mengenai isu oksigen, kami bisa sampaikan di sini, bahwa oksigen yang ada itu cukup. Kita memiliki kapasitas produksi oksigen di Indonesia itu sebagian besar untuk industri: 75 persen itu oksigen untuk industri, hanya 25 persen oksigen untuk medis. Nah kami sudah mendapatkan komitmen dari supplier-supplier oksigen ini bahwa mereka bisa mengalihkan yang kapasitas oksigen buat industri ke oksigen medis,” kata Menteri Kesehatan.

Namun perkiraan Menteri meleset. Ternyata pada bulan-bulan itu kebutuhan oksigen sangat mendesak di masyarakat sehingga terjadi kelangkaan.

Kamis pagi, hari pertama Gerakan Sejuta Tes memulai program peminjaman tabung, dua tempat pengisian oksigen yang ada di jalan Pramuka tutup karena kehabisan stok, begitu juga dengan satu tempat pengisian oksigen yang ada di jalan Salemba.

Sementara pendaftar di hari itu yang masuk ke Gerakan Sejuta Tes ada 250 orang dan yang mereka bisa layani hanya 26 orang karena stok tabung yang tersedia di mereka juga terbatas.

Awalnya Gerakan Sejuta Tes memulai dengan 12 tabung, pun baru didapatkan pagi itu juga. Baru sorenya stok tabung mereka bertambah. Gerakan peminjaman oksigen ini mereka sebut Oksigen untuk Warga.

Hari pertama di Utan Kayu — tempat gudang mereka — hanya ada enam orang: empat orang yang bertugas mengantar tabung, satu orang yang bekerja sebagai administrasi, dan satu lagi melayani peminjam yang datang ke gudang. Selain mereka, ada dua orang lagi yang membantu dari rumah untuk merespons formulir yang masuk; dua orang lain lagi berupaya mencari sumber tabung oksigen

Awalnya mereka membuka pelayanan peminjaman dari jam delapan pagi sampai jam tujuh malam. Hari-hari selanjutnya pelayanan dibuka sampai jam 12 malam karena relawan bertambah satu per satu.

Para relawan bekerja selama 20 hari, kemudian diberi waktu jeda istirahat selama tiga hari atau seminggu, atau ada juga yang langsung selesai.

“Selama ini kan gue juga pas korona udah setahun lewat gak ada hal yang bisa gua lakukan juga buat orang sekitar… pas diajak ikut gerakan ini akhirnya kan gue berpikir, setahun korona yang gua anggap ini bencana, akhirnya gue bisa terlibat melakukan hal yang penting buat orang lain,” kata Dwi Ayu Trisna Andini (41), salah satu relawan Oksigen untuk Warga yang bergabung sejak hari pertama.

Dwi Ayu bertugas di posko Utan Kayu, menerima langsung peminjam yang datang ke sana. Selain itu ia yang mengatur pengantaran ke rumah-rumah peminjam. Di hari-hari pertama Dwi Ayu ikut merespons pendaftaran yang masuk.

Tim respon adalah yang mengkurasi pendaftar. Tantangannya ia harus cermat memilih siapa saja yang bisa dipinjamkan. Pendaftar yang masuk sangat beragam dan banyak yang sudah hipoksia atau tingkat saturasinya di bawah 95 persen, sehingga di minggu-minggu awal mereka cuma bisa meminjamkan tabung kepada pasien yang memiliki tingkat saturasi di bawah 85.

Situasi itu merupakan satu bagian yang sangat dilematis bagi tim respons, karena ia harus menyeleksi para pendaftar sementara ia tahu bahwa orang tersebut membutuhkan bantuan oksigen.

“Yang paling sering itu dihadapi, sama kekecewaan saat pasien ditolak karena tidak memenuhi prosedur dan persyaratan peminjaman. Karena stok terbatas jadi kami memprioritaskan saturasi pasien yang rendah beserta hasil swab yang positif,” jelas Virdo Kharisma Putra (22), relawan tim respons dari Kabupaten Brebes yang mulai membantu sejak tanggal 5 Juli.

Belakangan, selain meminjamkan tabung oksigen, gerakan Oksigen untuk Warga juga meminjamkan oxygen concentrator.

Dua relawan Oksigen untuk Warga dari Jakarta tiba di Posko Sriwijaya Youth Action, Palembang, mengantarkan bantuan 25 tabung 1 m3.
Dua relawan Oksigen untuk Warga dari Jakarta tiba di Posko Sriwijaya Youth Action, Palembang, mengantarkan bantuan 25 tabung 1 m3.

Distribusi ke Luar Jakarta

Gelombang kasus pandemi yang terjadi di bulan Juli dan Agustus tidak hanya menyebabkan kebutuhan oksigen yang meningkat dan kelangkaan oksigen terjadi di DKI Jakarta dan sekitarnya, tetapi juga di kota-kota lain.

Sebelumnya gerakan Oksigen untuk Warga hanya membuka posko-posko peminjaman di Bogor, Depok, Bekasi, dan Garut, tetapi kemudian melihat perkembangan situasi dan beberapa insiatif warga yang muncul di wilayah-wilayah seperti, Cirebon, Cilegon, Lampung, Palembang, Palu, Kuningan, Majalengka, Indramayu, Padang, Magetan, Jombang, Nganjuk, Dabo Singkep, Luwuk, dan Papua yang mau membuka pelayanan peminjaman oksigen gratis, gerakan Oksigen untuk Warga menjalin kerjasama dengan mereka.

Khusus untuk Dabo Singkep, Palu, Luwuk, dan Papua, gerakan mereka mendistribusikan oxygen concentrator. Wilayah lainnya mereka distribuiskan tabung oksigen dengan berbagai ukuran dari 1 m3, 1,5 m3, dan 6 m3.

Awal Agustus, distribusi mulai dilakukan.

Di Cirebon, salah satu warga di Kecamatan Talun, Siswo Mulyartono (33) berinisiatif mengelola peminjaman tabung untuk warga di sana. Inisiatif itu muncul berdasarkan pengalaman dengan tetangga rumahnya — Siswo sudah mengelola dua tabung dan sudah meminjamkannya kepada dua tetangga sebelumnya.

“Kayak kemarin saja sempat tabung oksigen saya dipinjam sama dua warga: satu gak bisa tertolong, satu alhamdulillah bisa tertolong.” Yang tidak tertolong saturasi oksigennya sudah parah sekali dan rumah sakit sudah tidak bisa menampung.

“Kalau punya saya kan kecil tabungnya, itukan tahan cuma empat jam, nah kalau misalkan ada yang gede atau kecil ada dua, kan kebutuhannya 24 jam mungkin bisa tertolong. dia bisa dibawa ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) secepatnya,” kisah Siswo.

Tetangga yang meninggal itu, persis berada di depan rumahnya.

Kisah lain yang menjadi alasannya untuk menjalankan inisiatif ini, ketika ia mengurus istrinya yang sedang hamil dan kena Covid-19 dan tidak mendapat kamar rumah sakit karena penuh. Terpaksa istrinya harus menjalani isolasi, sementara kondisinya butuh bantuan oksigen.

Melihat situasi di sana, Siswo yakin kalau masih banyak warga lain butuh suplai oksigen, dan banyak tidak punya akses untuk mendapatkan oksigen, apalagi untuk membelinya. “Nah belajar dari pengalam itukan kita minta supaya teman-teman di Jakarta bisa untuk bantu di sini. Saya yakin demand di sini itu masih tinggi, di kota sama kabupaten.”

Sama seperti di Cirebon, inisiatif peminjaman oksigen di Palembang juga muncul dari peristiwa yang terjadi dengan orang terdekat.

“Salah satu rekan saya di Solidaritas Oksigen Palembang itu dia punya junior di kampus, ada kedaruratan dengan ayahnya tapi kemudian dia tidak bisa mengakses oksigen dan ayahnya harus berpulang. Ketika terjadi itu, teman saya teringat bahwa orang tuanya punya empat tangki besar. Dari kejadian yang cukup kami membuat berpikir, akhirnya kami usahakan dari empat tangki itu, bergulir dari donasi 7 tangki, hingga kemudian bisa berkolaborasi dengan teman-teman dari Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen untuk Indonesia,” ungkap Farid Amriansyah alias Rian Pelor (42), pegiat Jejaring Solidaritas Palembang.

Peminjaman oksigen di Palembang dikelola oleh beberapa orang yang tergabung ke dalam Sriwijaya Youth Action yang juga bagian dari Jejaring Solidaritas Palembang.

Hampir rata-rata insiatif yang muncul yang bekerjasama dengan Gerakan Sejuta Tes karena respons dari peristiwa yang terjadi dengan orang terdekat, ataupun karena fasilitas oksigen medis di wilayah tersebut memang sebelumnya sudah terbatas.

Dan inisiatif yang muncul secara organik di masyarakat ini menjadi modal sosial untuk menghadapi gelombang selanjutnya yang oleh pakar bisa jadi akan terjadi di bulan Desember mendatang. (Arief Bobhil Paliling menulis untuk Suaraternate).***

 

Editor: Ghazali Hasan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x