Turunkan Emisi Karbon, Langkah Perlindungan Laut dan Nelayan

- 2 November 2021, 14:05 WIB
Ilustrasi Nelayan di kabupaten muna tewas di tikam kakaknya yang juga berprofesi nelayan
Ilustrasi Nelayan di kabupaten muna tewas di tikam kakaknya yang juga berprofesi nelayan /Foto: unsplash.com/@jonny_k /


SUARA TERNATE - KNTI, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia menyatakan, perlindungan pada nelayan merupakan hal yang mutlak untuk dibahas dalam negosiasi iklim yang dilakukan dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) 2021.

"Konferensi Tingkat Tinggi COP UNFCCC ke-26 yang diselenggarakan di Glasgow, Britania Raya harus menghasilkan langkah segera untuk mengatasi dampak perubahan iklim, khususnya bagi sektor kelautan dan perikanan serta perlindungan bagi nelayan," ujar Ketua Harian KNTI Dani Setiawan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 2 November 2021.

Dirinya menegaskan, komitmen yang kuat wajib diambil oleh para pemimpin dunia demi menurunkan emisi karbon secara radikal untuk menyelamatkan laut dan wilayah pesisir sebagai sumber kehidupan dan penghasil asupan protein bagi 3,3 miliar warga dunia.

Baca Juga: Kapolri Terbitkan Telegram, Empat Kapolda Dimutasi. Ini Daftarnya

Dia mengingatkan bahwa perubahan iklim global sudah mengancam perikanan dunia, dari soal migrasi ikan, perubahan fishing ground, terputusnya rantai makanan di perairan akibat keasaman laut hingga pemutihan karang (bleaching) yang jadi habitat ikan.

FAO, lanjutnya, bahkan memproyeksikan penurunan potensi tangkapan maksimum di zona ekonomi eksklusif global antara 2,8 persen dan 5,3 persen pada tahun 2050. Dalam konteks ini, perlindungan terhadap nelayan kecil dan tradisional yang menempati pangsa terbesar dalam produksi perikanan dunia, menjadi strategi penting dalam mewujudkan keberlanjutan pangan protein.

Dani Setiawan mengatakan, akibat perubahan iklim, nelayan kecil dan tradisional dihadapkan pada sejumlah permasalahan, seperti nelayan tidak dapat memperkirakan waktu dan lokasi penangkapan ikan, serta persoalan terkait tingginya risiko melaut akibat cuaca ekstrem.

Baca Juga: Dikelilingi Tembok Tetangga, Rumah Satu Keluarga Bingung Tak Punya Jalan Keluar Masuk

"Hal ini menyebabkan nelayan harus menangkap ikan lebih jauh dengan ketidakpastian dan risiko akibat badai ataupun gelombang besar akibat cuaca ektrem yang bisa terjadi kapanpun. Alih-alih mendapat hasil yang menguntungkan, bahkan sering tidak menutup biaya produksi yang dikeluarkan," ungkapnya.

Selain itu, ujar dia, kenaikan muka air laut dan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim juga berdampak secara langsung terhadap terjadinya abrasi yang merusak ekosistem pantai serta hancurnya infrastruktur perkampungan pesisir akibat hantaman gelombang maupun banjir rob.

Pembudidaya pun, masih menurut dia, mengalami kerugian akibat banjir menyapu lahan tambak dan kolam ikan mereka. Sekitar 42 juta orang yang tinggal di dataran rendah kurang dari 10 meter di atas permukaan laut Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan permukaan laut.

DPP KNTI menilai, perubahan iklim menyebabkan perekonomian nelayan dan perempuan nelayan semakin terpuruk, sehingga nelayan banyak beralih profesi ke sektor lain seperti buruh nelayan, buruh tani/kebun, dan pekerjaan sektor informal.

"Hal ini terlihat dari penurunan jumlah nelayan dari 3,44 juta pada 2004 menjadi hanya 1,69 juta pada 2018," paparnya.

Hal serupa, masih menurut dia, terjadi dalam perubahan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk desa tepi laut di Indonesia. Tahun 2014 penghasilan utama 90,42 persen desa tepi laut adalah subsektor pertanian termasuk perikanan, namun pada 2018 berkurang menjadi 89,38 persen desa.

Oleh sebab itu, KNTI mendesak pemerintah Indonesia mengambil posisi yang tegas dalam perundingan COP26 untuk memperkuat perlindungan bagi nelayan akibat perubahan iklim.

"Pertama, program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di kawasan pesisir harus menjadi prioritas yang ditunjukkan dengan perencanaan dan alokasi anggaran yang memadai, di tingkat nasional dan daerah. Kedua, Memastikan keselamatan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan," kata Ketua Harian DPP KNTI.

Ketiga, lanjutnya, penyediaan infrastruktur di pesisir yang partisipatif, ramah lingkungan dan mengadopsi pengetahuan lokal untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Kemudian meningkatkan ketersediaan akses pembiayaan, pendidikan, dan pasar bagi nelayan dan perempuan nelayan dalam menerapkan strategi adaptasi, serta menyediakan akses informasi iklim bagi nelayan.***

Editor: Ahmad Zamzami

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah