Kumpulkan Iuran Tapera Amankan Kas Negara, Begini Alasan Anak Buah Sri Mulyani

- 31 Mei 2024, 20:17 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (Tangkap Layar Ig@smindrawati)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (Tangkap Layar Ig@smindrawati) /

SUARA TERNATE - Belum lama ini, negara sedang seret, disamping itu Presiden Jokowi tiba-tiba menekan PP 21/2024 yang isinya merevisi PP 25/2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), pada 20 Mei 2024.

Lantas, apakah ini cara negara akan menyedot uang rakyat demi menyelamatkan anggaran atau APBN?

Merespons hal tersebut, Direktur Sistem Manajemen Investasi, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Saiful Islam buru-buru membantahnya. Adapun menurut dia, program Tapera tidak ada kaitannya dengan kemampuan pemerintah dalam menggenjot penerimaan pajak.

Baca Juga: Ini Penjelasan Sri Mulyani Soal Naiknya Harga BBM Pada Juli 2024

"Simpanan peserta Tapera tidak digunakan untuk kegiatan pemerintah, dan dana Tapera tidak masuk dalam APBN," ucap Saiful, di Jakarta, seperti dikutip pada Inilah, Jumat, 31 Mei 2024.

Sementara, Saiful juga menambahkan bahwa UU Tapera sudah disepakati antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2016. Oleh karena itu, terlalu berlebihan jika dikaitkan dengan penerimaan negara.

"Kita ingin pastikan program Tapera ini bukan program baru ini, jadi ini program ditetapkan tahun 2016 terkait perumahan," jelasnya.

Untuk itu, Saiful juga menuturkan, pemerintah justru membantu menambah dana untuk memenuhi ketersediaan perumahan melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Baca Juga: Simak! Ini Pengurus dan Anggota Tapera, Serta Besaran Gajinya

"Sementara Tapera, simpanan masuk by NIK by Address dan historical dari masing-masing dana tersebut," ujarnya.

Jokowi dalam hal itu, menerbitkan aturan Tapera bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional ini menimbulkan penolakan di mana-mana. Kaum pekerja dan buruh yang gajinya pas-pasan, pun kompak dengan pengusaha juga turut menyuarakan penolakan.

Hanya saja, alasannya sederhana baik pekerja maupun pemberi kerja (pengusaha) bebannya sudah berat karena harus menunggu iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Tentunya, mulai 2027, 3 persen dari pendapatan pekerja dan buruh yang sesuai Upah Minimum Regional (UMR) dipotong 3 persen.

Baca Juga: Sri Mulyani Disebut Pakar Sebagai Bakal Calon Kepala Daerah Perempuan Yang Potensial

Lalu, sebesar 2,5 persen ditanggung pekerja dan buruh, sisanya 0,5 persen ditanggung perusahan atau pemberi kerja. Sedangkan, pekerja mandiri atau freelancer tetap wajib membayar iuran Tapera 3 persen secara mandiri.

Untuk itu, wajar jika pekerja, buruh dan pengusaha keberatan dengan program Tapera. Saat ini, beban iuran ketiganya sudah berat untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Adapun, program Tapera tidak bisa meyakinkan pekerja atau buruh bisa memiliki rumah setelah pensiun.

Editor: Randi Ishab

Sumber: Inilah.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah