PN Tunda Pemilu, Ini Respons Mahfud MD

4 Maret 2023, 10:17 WIB
Mahfud MD saat sambutan, meminta masyarakat siap menjemput momentum Pemilu 2024. /Foto/MPI

 

Suara Ternate- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengajak KPU untuk naik banding secara hukum terhadap vonis PN terkait penundaan pemilu 2024.

Mahfud menyebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas putusan tersebut dapat membuat sensasi berlebihan, karena memvonis Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Dalam unggahan instagram pribadinya, @mohmahfudmd, Kamis, 02/03/23 beliau tegaskan bahwa logika sederhana vonis kalah bagi KPU atas gugatan partai merupakan sesuatu yang salah. Sehingga, berpotensi melahirkan kontroversi dan mengganggu konsentrasi. Bahkan, bisa dipolitisasi seakan-akan putusan yang benar. 

"Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang," takarir Mahfud dalam unggahan yang tertulis di instagramnya. 

Bahkan beliau juga menegaskan bahwa PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut.

Lantas, Mahfud sembari mengemukakan alasan berdasarkan hukum berikut ini.

Pertama, sengketa terkait proses administrasi dan hasil pemilu sudah sendiri dalam hukum dan kompetisinya tidak berada di PN.

Hal di atas, menurut Mahfud MD sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutuskan harusnya Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), sedangkan soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

"Nah, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," sambung Menko Polhukam. 

Sementara untuk sengketa selepas pemungutan suara maupun hasil pemilu kompetensi berada di Mahkama Konstitusi (MK).

"Itu pakem-nya tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan melawan hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," tulis Mahfud.

Kedua, Mahfud menyebut hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. 

"Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia," tulisnya. 

Beliau mencontohkan, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. 

Tegas beliau bahwa hal tersebut tidak dilakukan berdasarkan vonis pengadilan, tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.

Ketiga, Mahfud menyakini vonis PN Jakpus tersebut tidak bisa dilanjutkan eksekusi.

"Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan eksekusi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU," tulis Mahfud.

Keempat, Mahfud menegaskan bahwa penundaan pemilu dilakukan hanya berdasar gugatan perdata partai politik bukan hanya bertentangan dengan UU, tetapi juga bertentangan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali. 

Oleh karena itu, Mahfud menegaskan bahwa baik KPU maupun seluruh masyarakat harus menempuh perlawan hukum terhadap vonis PN Jakpus tersebut. 

"Kita harus melawan secara hukum vonis. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," tutupnya. 

Editor: Randi Ishab

Sumber: antaranews.com

Tags

Terkini

Terpopuler