Jadi Pembahasan di DPR, AJI Indonesia Menolak Revisi Undang-Undang Penyiaran

- 25 April 2024, 10:34 WIB
Logo Aliansi Jurnalis Independen (sumber foto: ajijakarta.org)
Logo Aliansi Jurnalis Independen (sumber foto: ajijakarta.org) /

 

SUARA TERNATE - Belum lama ini, revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran sedang jadi pembahasan di DPR RI, namun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menolak hal tersebut.

"AJI menolak. Pasal-pasalnya banyak bermasalah. Jadi kalau dipaksakan akan menimbulkan masalah," kata Pengurus Nasional AJI Indonesia Bayu Wardhana di Jakarta, di kutip pada ANTARA, Rabu 24 April 2024.

Merespons hal tersebut, Bayu kemudian menyarankan bahwa jika UU itu harus direvisi, sebaiknya dilakukan oleh anggota DPR periode selanjutnya, bukan mereka periode saat ini.

Baca Juga: MK Akan Menggelar Sidang Perkara Pileg 2024, Usai Menangani PHPU Pilpres

Lantas, alasannya, dengan waktu yang tinggal beberapa bulan lagi, serta masih dibutuhkan pembahasan yang lebih mendalam.

Terkait hal itu, Bayu mencontohkan beberapa pasal yang dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, di antaranya pasal 56 ayat 2 poin c, yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

“Pasal ini membingungkan. Mengapa ada larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi? Tersirat ini membatasi agar karya jurnalistik investigasi tidak boleh ditayangkan di penyiaran. Sebuah upaya pembungkaman pers sangat nyata,” jelasnya.

Baca Juga: Agar Tidak Berbuat Hal Kurang Baik, Prabowo Minta Media Kawal Pemerintahannya

Adapun kata dia, peluang tumpang tindih kewenangan dalam penyelesaian sengketa jurnalistik antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dewan Pers . Hal itu ada dalam pasal 25 ayat q yakni menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran dan pasal 127 ayat 2, di mana penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Padahal selama ini kasus sengketa jurnalistik di penyiaran selalu ditangani oleh Dewan Pers. Draf RUU Penyiaran mempunyai tujuan mengambil alih wewenang Dewan Pers dan akan membuat rumit sengketa jurnalistik,” ucapnya menegaskan.

Selain itu, Bayu meminta pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers, harus dihapus dari draf RUU itu. Untuk itu, menurut dia, jika hendak mengatur karya jurnalistik di penyiaran, sebaiknya merujuk pada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Baca Juga: Titiek Soeharto Sampaikan Terima Kasih Pada Rakyat Indonesia, Usai KPU Tetapkan Pemenangan Prabowo Gibran

"Bahkan, pada konsideran draf RUU Penyiaran, sama sekali tidak mencantumkan UU Pers," terangnya.

Mengenai hal itu, sebelumnya, Komisi I telah mengirimkan draf RUU Penyiaran kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR, untuk dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi. Selanjutnya, jika disetujui, RUU itu akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk ditetapkan menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.

Editor: Randi Ishab

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x