Radio

- 11 September 2021, 20:49 WIB
Ilustrasi. Radio kuno.
Ilustrasi. Radio kuno. /Pixabay/OProprioMarco/

Kita tentu ingat dengan bangga pidato Bung Tomo menyalakan api juang arek-arek Suroboyo, pidato-pidato Bung Karno yang menyihir, atau bahkan sebuah peristiwa spektakuler abad 19 saat Gusti Nurul, puteri Mangkunegaran menari di pesta penikahan Puteri Juliana dan Pangeran Bernhard.

Hari itu, 6 januari 1937, Gusti Nurul menari-kan “Sari Manunggal” di Istana Noordeinde dengan iringan suara gamelan Ki Kanyut Mesem yang disiarkan langsung lewat radio Solosche Radio Vereeniging dari pura Mangkunegaran Solo. Ribuan kilometer jarak antara Amsterdam dan Solo. Radio menghilangkan jarak yang jauh itu. 

Radio membuat kita makin mudah menggoreskan sejarah baru. Hegel menyebut, sejarah manusia digerakkan oleh perjuangan untuk mendapatkan pengakuan. Ada “identitas” yang dipertaruhkan. Karena itu, siaran radio masa itu cenderung satu arah. Tak ada “cover both side”. Tak ada netralitas. Yang ada hanya kepentingan yang terus diperjuangan dengan guyub.

Siaran radio didominasi propaganda dan pidato-pidato yang menegasi “kita” harus menang. Suara-suara yang dipancarluaskan radio kadang lebih tajam dari belati atau dentuman senapan. Ia memantik kesadaran kolektif. Menyatukan gelora yang berserakan.

Tak heran, stasiun radio selalu jadi target prioritas untuk dikuasai jika terjadi sebuah revolusi atau perang berebut pengakuan.

Supardi Abdullah, jurnalis senior Maluku Utara menuliskan sebuah testimoni berkaitan sejarah RRI Ternate; stasiun itu sering dibombardir “musuh” entah dengan tembakan atau pengeboman dengan mustang-mustang yang beterbangan di langit Ternate.

Baca Juga: Bintang Emon Cari Kata Kunci 'Prestasi KPI' di Google: Enggak Ada Hahaha!

RRI Ternate berdiri lima tahun setelah Indonesia menyatakan diri merdeka sebagai sebuah bangsa. Dia jadi corong utama menyebarkan semua informasi berkaitan dengan kebijakan politik dan situasi pemerintahan di pulau Jawa. Masa itu, politik jadi panglima. Seni mengendalikan pikiran sedang dalam proses menjadi ilmu.   

Setahun setelah pembentukan provinsi perjuangan Irian Barat, sebuah stasiun radio milik RRI didirikan di Soa Siu. Gubernur Zainal menyambut dengan girang. Sebuah tiang menara tinggi dipancang di halaman Istana Sultan.

Agar siaran “radio” bisa terdengar hingga daratan Papua, sebuah antena pemancar ditempatkan di desa Umera dekat Gebe, Halmahera Tengah. RRI jadi bagian dari unit-unit komando peperangan - satu garis komando dalam joint signal centrel KOTI.

Halaman:

Editor: Purwanto Ngatmo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah