Kolom: Melanjutkan Sastra Profetik

- 24 Februari 2023, 09:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi /Pixabay/

Dari latar realitas sosial yang demikian itulah, Kuntowijoyo menyatakan bahwa yang kita butuhkan sekarang adalah ilmu-ilmu sosial profetik, yaitu yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga memberi petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa. Oleh karena itulah, ilmu sosial profetik harus berani mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu.

Demikian pula diharapkan bahwa karya sastra sebagai produk pemikiran manusia tak boleh lepas dari permasalahan jamannya. Itu artinya bahwa karya sastra adalah cerminan dunia nyata versi penulisnya. Dan itu berarti bahwa karya sastra tidaklah berasal dari ruang hampa. Ia adalah produk dari dialektika kehidupan manusia itu sendiri.

Tuhan itu memang Maha Kuasa, tetapi menggugah kesadaran ketuhanan melalui sastra tidaklah cukup. Menurut Kuntowijoyo, justru Tuhanlah yang menginginkan supaya manusia bekerja untuk manusia, tidak hanya mengabdi pada Tuhan secara sempit.

Bagi-Nya kesadaran ketuhanan belum sempurna kalau tidak disertai kesadaran kemanusiaan. Sastra profetik menghendaki keduanya, kesadaran ketuhanan dan kesadaran kemanusiaan secara bersama-sama.

Sastra profetik tidak hanya menyerap dan mengekspresikan sesuatu, tetapi juga memberi arah realitas ke arah etika tertentu. Sebab itulah mengapa, sastra profetik merupakan sastra dialektik karena berhadap-hadapan dengan realitas, melakukan penilaian dan kritik sosial-budaya secara beradab, dan terlibat aktif dalam memandu sejarah kemanusiaan.

Akan tetapi, sastra hanya bisa berfungsi sepenuhnya jika dia sanggup memandang realitas dari suatu jarak tertentu. Dengan begitu, sastra membawa manusia dari belenggu realitas dan membangun realitasnya sendiri.

Realitas sastra adalah realitas simbolik, bukan realitas aktual dan historis sehingga ia relevan sepanjang jaman. Melalui simbol-simbol itulah, sastra memberi arah dan melakukan kritik terhadap realitas sebagai bagian dari nalar bersama.

Arah sastra profetik jaman Kuntowijoyo adalah mimpi Humanisasi karena ada tanda-tanda bahwa masyarakat kita saat itu sedang menuju ke arah dehumanisasi. Dalam hal ini Kuntowijoyo menjelaskan bahwa dehumanisasi ialah objektivikasi manusia (teologis, budaya, massa, negara), agresivitas (kolektif, perorangan, kriminalitas), loneliness (privatisasi,individualisasi), dan spiritual alienation (keterasingan spiritual).

Dalam dehumanisasi perilaku manusia lebih dikuasai oleh bawah sadarnya daripada olehkesadarannya. Tanpa kita sadari dehumanisasi sudah menggerogoti masyarakat Indonesia, yaitu terbentuknya manusia mesin, manusia dan masyarakat massa dan budaya massa.

Kala itu, Kuntowijoyo mengajak sastra profetik ke arah Liberasi yang oleh beliau dideskripsikan dari apa yang disebutnya sebagai kekuatan eksternal dan kekuatan internal. Dalam Maklumat Sastra Profetik saat itu, Kuntowijoyo tidak membicarakan liberasi dari kekuatan eksternal, seperti kolonialisme, agresi oleh negara adikuasa, dan kapitalisme yang menyerbu negara berkembang.

Halaman:

Editor: Ahmad Zamzami


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x