Kolom: Melanjutkan Sastra Profetik

- 24 Februari 2023, 09:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi /Pixabay/

Masih menurut Antonio Gutteres, untuk mengurangi dampak bencana tersebut, yang paling utama adalah sikap kita terhadap pembakaran bahan bakar fosil dan emisi gas yang memerangkap panasperlu diubah secara drastis.

Membatasi konsumsi bahan berbahaya dan beralih ke energi yang lebih berkelanjutan dan bersih sangat penting jika kita ingin menghindari perendaman jangka panjang. Selain itu, kebutuhan akan pengelolaan air juga menjadi semakin mendesak untuk mencegah perang.

Menghadapi krisis lingkungan tersebut dunia terbelah menjadi dua pemikiran utama yaitu pemikiran ekologi modern di satu pihak dan pemikiran Ekotheologi di pihak yang lain. Pemikiran ekologi modern menganggap krisis lingkungan bukanlah kegagalan kapitalisme namun justru kapitalisme dan modernisasi adalah jalan keluar bagi krisis lingkungan. Para pemikir ekologi modern menolak pandangan the radical greens bahwa modernisasi industri harus ditinggalkan sama sekali.

Kerusakan lingkungan bukanlah hambatan, melainkan menjadi kesempatan baru bagi pertumbuhan ekonomi, oleh karena kerusakan lingkungan tersebut akan menjadi daya dorong munculnya produk-produk yang ramah lingkungan, seperti mobil ramah lingkungan, teknologi tanpa limbah, proses pemanasan baru, produk daur ulang dan sebagainya .

Saat ini gagasan modernisasi ekologi telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat urban seperti naik sepeda ke tempat kerja, naik kendaraan dengan rekan lainnya, daur ulang sampah, membuat kompos. Ini semua adalah bentuk kesadaran semu yang berusaha mengintegrasikan hidup dalam negara industri pada satu sisi dan pada sisi lainnya berusaha untuk mengurangi tingkat pencemaran dalam skala rumah tangga saja.

Penganut modernisasi ekologi juga merespon krisis lingkungan dengan cara menetapkan kawasan koservasi dimana manusia dilarang beraktivitas pada daerah tersebut. Akibatnya masyarakat diusir dari kawasan yang sebelumnya mereka telah terbiasa untuk berinteraksi dengan kawasan tersebut.

Berbagai penjelasan di atas menunjukkan bahwa gagasan modernisasi ekologis menyimpan persoalan keadilan lingkungan dan keadilan antar generasi. Mereka yang sering menjadi korban dari ketidakadilan lingkungan adalah kelompok marjinal ataupun masyarakat lokal yang tidak memiliki akses pada proses pembuatan keputusan publik.

Bentuk ketidakadilan lainnya yang tidak diperhatikan oleh teori modernisasi ekologi adalah struktur perdagangan internasional yang memberikan tekanan pada ekosistem di negara berkembang.

Modernisasi ekologi sebenarnya hanya dimaksudkan untuk dapat memproduksi lebih banyak barang dan untuk menjangkau konsumen yang memiliki perhatian terhadap isu lingkungan tanpa memperhatikan adanya tekanan kepada ekosistem di negara-negara berkembang yang menyediakan bahan mentah.

Pandangan modernisasi ekologi tidak melihat ketimpangan dalam sistem ekonomi politik internasional yang membuat masyarakat di negara maju menikmati konsumsi barang-barang industri sementara beban untuk konservasi ditimpakan kepada negara-negara berkembang terutama yang memiliki hutan tropis yang luas seperti Brazil, Indonesia, dan Kongo. Pengalihan beban ini tampak pada mekanisme perdagangan karbon (carbon trading) yang direkomendasi oleh modernisasi ekologis.

Halaman:

Editor: Ahmad Zamzami


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x