SUARA TERNATE - Tragedi Kanjuruhan, Malang menjadi coreng hitam bagi sepakbola Indonesia. Peristiwa yang menewaskan 127 orang ini menjadi awan hitam di tengah kondisi sepakbola nasional.
Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu, 1 Oktober 2022 bermula karena kekecewaan pendukung Arema FC. Sebelum akhirnya kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya, laga berjalan aman dan tanpa bentrokan antarsuporter.
Tapi, percik rusuh mulai tampak di akhir laga. Pendukung yang tak puas, satu persatu masuk ke lapangan. Mereka menyampaikan protes ke pemain dan manajemen. Tak puas dengan hasil tersebut.
Baca Juga: Buntut Tragedi Kanjuruhan Malang, PT LIB Setop Sementara BRI Liga 1
Aparat mulai menghalau massa dengan tembakan gas air mata.
Kapolda Jawa Timur Nico Alfinta beralasan penggunaan gas air mata karena massa sudah mulai menyerang petugas dan merusak mobil polisi yang bersiaga.
"Akhirnya karena gas air mata mereka pergi keluar lewat satu pintu. Di pintu keluar. Kalau tidak salah di pintu 10 atau pintu 12," kata dia.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, PSSI Turunkan Tim Investigasi dan Larang Arema FC Jadi Tuan Rumah Liga 1
Dari beberapa video di media sosial, tembakan gas air mata yang dilakukan aparat tampaknya tidak selalu mengarah ke penghalauan massa. Tembakan gas air mata juga sampai ke arah suporter yang cenderung kondusif.