Sastra Karya Tionghoa di Indonesia, Sastra Liar Melayu Rendah yang Belum Diberi Tempat dalam Sejarah Kita

- 26 November 2021, 15:22 WIB
Ilustrasi. Sastra karya Tionghoa di Indonesia atau sastra peranakan Tionghoa biasa dikenal dengan "sastra Melayu rendah".
Ilustrasi. Sastra karya Tionghoa di Indonesia atau sastra peranakan Tionghoa biasa dikenal dengan "sastra Melayu rendah". /Pixabay/Jarmoluk/

Tiongkok tidak terlampau diketahui, bahkan dianggap asing di Indonesia. Peranakan Tionghoa yang lahir di Indonesia akhirnya membuat satu histori bernuansa Indonesia, melalui tokoh-tokoh yang hidup dengan keadaan seperti mereka dan persoalan yang mirip juga dengan mereka.

Sebagai perantau dan kaum minoritas di Indonesia, etnis Tionghoa tersebar di beberapa wilayah, hidup bersama, dan ada pula yang menikah dengan warga lokal. Bahasa mereka sehari-hari adalah peralihan dan penyesuaian dengan bahasa ibu mereka. Ini berpengaruh pada karya sastra mereka.

Di wilayah Jawa, penulis peranakan Tionghoa, antara lain:

1. Lie Kim Hok
2. Boen Sing Hoo
3. Tan Teng Kie
4. Tan Hoe Lo

Sementara di wilayah Sumatera ada Na Tian Piet. Thjit Liap Seng karya Lie Kim Hok terinspirasi dari novel Perancis, Les Tribulations d'un Chinois en Chine karya Jules Verne dan novel Belanda, Klaasje Zevenster karya J. van Lennep.

Baca Juga: Ini Penulisan Kata dalam Bahasa Indonesia yang Kerap Salah Kita Jumpai

Perluasan Diskriminasi Karya oleh Belanda

Untuk memperkuat otoritas, Belanda bukan cuma mendiskriminasi sastra peranakan Tionghoa, namun juga menolak setiap bacaan yang di dalamnya terdapat kritik sosial atau ajakan pada masyarakat untuk melawan penjajah.

Beberapa tulisan lain yang merupakan sastra Melayu rendah adalah:

1. Mata Gelap
2. Student Hidjo
3. Syair Rempah-Rempah
4. Rasa Merdeka karya Mas Marco

Halaman:

Editor: Ghazali Hasan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x