Soal Laut Natuna, PKS: Nelayan Kecil Selamatkan Muka Indonesia di Kancah Internasional

- 18 September 2021, 19:29 WIB
Ilustrasi. Sejumlah anggota Tim VBSS di atas KRI RE Martadinata.
Ilustrasi. Sejumlah anggota Tim VBSS di atas KRI RE Martadinata. /FB Anggoro/ANTARA FOTO

SUARA TERNATE - Ramainya pemberitaan soal kapal China yang beroperasi di Laut Natuna Utara dan diduga masuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara ditanggapi politisi PKS.

Kabid Tani dan Nelayan di DPP Partai Keadilan Sosial (PKS), Riyono menyoroti kabar yang disampaikan oleh Bakamla, tentang ribuan kapal China bahkan Vietnam yang mencuri ikan di laut Natuna Utara dan dikawal oleh kapal pengamanan atau coast guard.

Dia juga menambahkan bahwa hal itu membuat mereka leluasa mencuri ikan di teritorial Indonesia. Riyono menyebut potensi kerugian pencurian ikan oleh ribuan kapal ikan cina bernilai triliunan setiap tahun, atau bahkan bisa pada kisaran 10 hingga 20 Triliun.

Baca Juga: Terungkap Hubungan Fahri Hamzah dengan Sri Mulyani, Ini Faktanya

Menurut Riyono, kegagahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat unjuk kekuatan bersama TNI AL di Laut Natuna beberapa waktu lalu, sekarang terbongkar bahwa Bakamla dan semua perangkat pengamanan laut tidak mampu melindungi lautan kita.

"Sangat ironis kondisi pengamanan laut kita, Bakamla sangat terbatas dalam mengamankan laut dan sumber daya ikannya karena keterbatasan anggaran. Kapal terbatas dan sering kekurangan BBM untuk operasi," kata Riyono.

Politisi PKS itu juga menjelaskan kasus keterbatasan operasi Bakamla dan juga TNI AL terhadap keamanan laut bukan kali ini saja terjadi.

Ada keluhan Bakamla sampai kekurangan BBM serta keberanian kapal Vietnam yang 'melawan' kapal Bakamla sering terjadi.

"Presiden harusnya memprioritaskan anggaran pengamanan laut dan SDI kita, tapi faktanya anggaran Bakamla 2022 juga akan dikurangi. Kenapa ini terjadi? Komitmen Presiden dipertanyakan," ujar Riyono.

Dia menyampaikan, berdasarkan catatan DFW kasus illegal fishing dan pelanggaran teritorial di Laut Natuna Utara sampai oktober 2020 terjadi 31 kasus.

Baca Juga: Irjen Pol Napoleon Bonaparte jadi Terlapor Penganiayaan M. Kece

"Mungkin sampai 2021 ini bisa jadi 150 kasus dengan konfirmasi dari Bakamla yang menyatakan ada ribuan kapal ikan vietnam menangkap ikan secara ilegal di Natuna Utara," katanya.

Sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari situs resmi PKS, kondisi geografis Natuna yang sangat jauh dari pusat Kepri (Tanjungpinang) membuat pengawasan laut tak berjalan optimal.

Menurutnya, selama ini belum terlihat pengawasan pemerintah provinsi menjaga kelautan Natuna. Sedang pemerintah kabupaten tidak bisa bertindak apapun karena tidak memiliki kewenangan di kelautan.

Kewenangan ini tertuang dalam UU 23/2014, soal kelautan baik perizinan dan pengawasan di daerah pusat yaitu perairan 12 mil ke atas. Untuk 12 mil ke bawah berada di pemerintah provinsi.

"Presiden Joko Widodo sudah menjelaskan arah pembangunan Natuna pada 2016. Presiden menyebut lima pilar, yaitu, kelautan-perikanan, pariwisata, migas, pertahanan keamanan dan lingkungan hidup, tapi faktanya masih jauh dari harapan," ujar Riyono.

"Nelayan jangan dikorbankan dengan mereka menjadi "martir" yang kadang harus berkorban menjadi pesakitan karena melewati teritorial Indonesia," sambungnya.

Menurutnya, nelayan kecil dan tradisional di kawasan Laut Natuan saat ini menjadi garda terdepan untuk menyelamatkan muka Indonesia di kancah internasional.

"Nelayan kecil dan tradisional di kawasan Laut Natuna sekarang menjadi garda terdepan menyelamatkan muka Indonesia di dunia internasional, masak kita tega menjadikan nelayan?" kata Riyono.***

Editor: Ghazali Hasan

Sumber: Pikiran Rakyat PKS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x