Heboh Peran Soeharto di SU 1 Maret Dihilangkan, Sejarahwan Anhar Gonggong: Saya Punya Dokumennya

- 4 Maret 2022, 23:19 WIB
Sejarawan Anhar Gonggong
Sejarawan Anhar Gonggong /ANTARA/Paramayuda

SUARA TERNATE - 'Hilangnya' Peran Soeharto sebagai komandan lapangan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 dalam Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara, terus memicu polemik dan pro kontra di sejumlah kalangan.

Selain itu, Keppres tersebut juga dianggap menghilangkan peran Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Ditengah polemik itu, muncul video sejarahwan Anhar Gonggong yang membeberkan peran Seoharto dalam SU 1 Maret 1949

Baca Juga: Unggah Foto Sedih Bercaption Jangan Panggil Aku King di Instagramnya, Nassar Bikin Netizen Cemas dan Penasaran

Anhar menegaskan, bahwa Soeaharto memiliki peran besar dalam peristiwa tersebut. “Tapi, saya punya dokumennya,” ungkap Anhar Gonggong dalam video tersebut, Jumat 4 Maret 2022

Anhar mengaku dokumen yang dia dapat itu tidak berarti bahwa memang Soeharto tidak punya peranan apa-apa. “Bahkan saya mau mengatakan, bahwa Soeharto punya peranan besar ketika serangan itu dilakukan. Itu yang harus diakui,” tegas Anhar.

Baca Juga: Batas Aman Terbaru Volume Musik Ditetapkan WHO

Dijelaskan, Soeharto saat itu memiliki wilayah yang disebut Wehrkreise, istilah pembagian wilayah yang dipakai Jerman lalu diadopsi untuk membagi wilayah perang di Indonesia.

“Dan Soeharto mendapatkan Wehrkreise 3, Yogjakarta,” ungkapnya.

Baca Juga: Sempat Tak Berniat Membuat Akun Sosial Media, Jo In Sung Akhirnya Membuka Akun Instagram

Dalam wilayah Versailles, seorang komandan bebas mengambil inisiatif dalam melakukan tugasnya.

Anhar mengakui bahwa benar terjadi pembicaraan antara Soeharto dengan Sultan Hamengkubuwono (HB) IX dalam beberapa buku sejarah, bahkan dalam buku yang ditulis anak buah Soeharto yang ikut dalam serangan itu.

Baca Juga: Park Seo Joon Lanjutkan Syuting usai Sembuh dari Covid-19

“Dan disebutkan macam-macam hal, peristiwa yang berkaitan dengan bagaimana peranan Soeharto ketika itu,” tuturnya.

“Disepakati sebenarnya tujuan utama dari serangan itu, ya itu tadi, untuk membantah keterangan Belanda bahwa angkatan perang Republik Indonesia sudah lumpuh, tidak ada lagi,” sambung dia.

Maka akhirnya, menurut keterangan itu, antara Sultan dan Soeharto selalu bertemu dan akhirnya mereka sepakat.***

Editor: Purwanto Ngatmo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah