Soal Demokrasi Saat Ini, Jaga Pemilu Menilai Pesta Demokrasi Terburuk Sejak Era Reformasi Bergulir

- 26 Februari 2024, 18:10 WIB
Aktivis ketika menggelar kegiatan Jaga Pemilu Jaga Suara Kita! (Tangkap Layar Ig@jaga.pemilu)
Aktivis ketika menggelar kegiatan Jaga Pemilu Jaga Suara Kita! (Tangkap Layar [email protected]) /

SUARA TERNATE - Terkait pesta demokrasi, Perkumpulan Jaga Pemilu yang merupakan sejumlah aktivisi menilai pencoblosan Pemilu 2024 adalah pelaksana ajang demokrasi terburuk sejak era reformasi bergulir tahun 1998 lalu.

Hal tersebut disampaikan aktivis yang tergabung dalam Perkumpulan Jaga Pemilu seiring mencuatnya dugaan kecurangan yang terjadi di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Indonesia, saat hari pencoblosan Pemilu 2024 tanggal 14 Februari lalu.

Mengenai hal itu, perwakilan dari Divisi Advokasi dan Hukum Jaga Pemilu, Rusdi Marpaung, mengatakan dugaan kecurangan yang paling banyak terjadi yakni penggelembungan suara salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden (25 persen). Kemudian, tidak boleh mencoblos (11 persen) dan salah input data di platform rekapitulasi Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (11 persen).

Baca Juga: Warganet Ungkit Cuitan Hak Angket Pemilu Sentil Yusril di Akun X Media Sosial

Selanjutnya, terkait politik uang (9 persen), pencoblosan ilegal (7 persen), permasalahan Daftar Pemilih Tetap (6 persen), upaya membatasi pengawas pemilu bekerja (6%) serta pelaksanaan pencoblosan yang bermasalah (5 persen).

“Sebelum pencoblosan sudah banyak masalah, mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi, masa kampanye, pendaftaran dan netralitas aparat. Tak heran jika pada hari pencoblosan banyak lagi masalahnya," tutur Rusdi dalam keterangannya seperti dikutip pada Inilah, Minggu (25/2/2024).

Sehingga, menurut dia, hal tersebut menunjukkan para penyelenggara dan pengawas pemilu kehilangan fokus.

Baca Juga: Menteri Hukum dan Ham Dukung Penggunaan Hak Angket Terkait Dugaan Pemilu Curang 

"Ini yang membuat pemilu 2024 menjadi yang terburuk sejak reformasi,” kata Rusdi menyesalkan.

Adapun, informasinya, dia mengungkapkan, data dugaan pelanggaran diperoleh dari 11 ribu penjaga dan relawan pemilu yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia yang memasok data rekapitulasi suara dan dugaan pelanggaran dari 1.000 TPS dan berupaya mengawalnya sampai kecamatan.

“Sampai saat ini JP (Jaga Pemilu) sudah melaporkan 207 dugaan pelanggaran. Dari jumlah itu, satu sudah ditindaklanjuti di mana KPU Makassar berkomunikasi dengan kami perihal dugaan itu,” ucapnya.

Selain itu, Staf Migrant CARE Trisna Dwi Yuni Aresta dalam keterangannya mengatakan, pihaknya telah melaporkan empat peristiwa dugaan kecurangan pemilu yang terjadi di luar negeri kepada Bawaslu. Akan tetapi, laporan tersebut ditolak oleh Bawaslu karena dinyatakan tidak memenuhi syarat materiil.

Baca Juga: Jokowi Minta Agar Kecurangan Pemilu Dilaporkan Ke Bawaslu, Respons Yanuar: Laporkan Iya, Teriak Mesti Terus

“Keempat laporan itu adalah dugaan pelanggaran terkait data pemilih ganda di New York dan Johor Bahru, insiden hadirnya calon legislatif Uya Kuya yang datang ke WTC Kuala Lumpur pada hari pencoblosan dan Ketua Bawaslu Rachmat Bagja dan komisioner lainnya hadir di lokasi serta adanya spanduk calon legislatif Tengku Adnan yang menempel di Kotak Suara Keliling di Malaysia,” ujarnya membeberkan.

Editor: Randi Ishab

Sumber: Inilah.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x