Walaupun ukurannya tidak terlalu luas, namun metode pengolahan pun mengikuti metode yang dipakai petani tanaman holtikultira. Mulai dari pola penanaman hingga pemakaian jenis pupuk.
Bahkan, Agus mengaku, dari pengakuan tiga lembaga bidang pangan, gizi dan kimia pernah melakukan riset di ladang percontohannya itu, mengatakan kualitas batang dan daun sayuran serta unsur hara tanah, masih dibilang normal.
Baca Juga: Hindari Kebiasaan Tidur di Dekat Ponsel. Ahli: Bisa Bahaya untuk Kesehatan Otak
Proses panen biasanya berlangsung selama 25 hari pasca tanam. “25 hari kita panen, dua hari kemudian kita olah lagi tanahnya dan tanam lagi,” ujar dia sekali lagi.
Namun, tidak semua masa panen menghasilkan hasil yang memuaskan. Apalagi, masa panen itu bertepatan musim penghujan. "Secara otomatis kandungan air di tanaman akan berlebihan dan mengakibatkan gagal panen atau kondisi fisik sayuran itu kerdil," katanya.
Baca Juga: Selisik Jejak Hongitochten di Maluku Utara
Hasil panen biasanya dijual ke pedagang perantara alias dibo-dibo setelah dibuka untuk untuk kebutuhan dan dibagikan ke tetangga. “Kita juga melayani pembeli dari luar bahakan agak sedikit kewalahan. Yang langganan juga ada di pasar, orang sini bilang dibo-dibo.” katanya
Dengan luas lahan yang ada, dalam sekali panen Agus bisa memperoleh keuntungan kotor rata-rata Rp 3 hingga Rp 4 juta. "Uang itu nanti dipakai membeli bibit Rp 400 ribu dan ongkos pupuk Rp 300 ribu," tukasnya.***