Mereka yang Memilih Pena adalah Senjata, jadi Tulisan Hingga Pengasingan

- 1 Oktober 2021, 17:06 WIB
Para pejuang dengan pena.
Para pejuang dengan pena. /Grafis ilustrasi ANTARA/Erie/Perdinan/

Baca Juga: Tajibesi: Debus Ala Maluku Kie Raha yang Berperan Bangkitkan Semangat Perlawanan terhadap Kolonial

Sebagai akibatnya, pemerintah Hindia Belanda memberikan cap berbahaya pada tulisan-tulisan para pejuang kemerdekaan ini.

Tidak berbeda dengan golongan terpelajar, mereka juga diburu, dihukum, dipenjara, bahkan diasingkan ke berbagai daerah hingga luar negeri oleh pemerintah Hindia Belanda.

Meski begitu, mereka juga tetap gigih berjuang dengan kertas dan pena dari tempat pengasingan demi kemerdekaan Indonesia. Beberapa dari mereka bahkan harus melakukan pelarian seumur hidup, menjadi tahanan kota, atau meninggal dalam sunyi pengasingan.

Karena keberaniannya mengangkat pena hingga ke pengasingan, mereka tidak hanya mendapat gelar pahlawan nasional dari presiden. Negara ikut mengabadikan nama mereka dalam banyak hal, dari nama jalan, museum hingga peringatan hari nasional untuk tetap mengingat jasa masing-masing.

Berikut, sekelumit kisah tentang sebagian dari mereka yang memilih kata sebagai senjata:

Tan Malaka.
Tan Malaka.

Tan Malaka (2 Juni 1897 - 21 Februari 1949)

Sutan Ibrahim bergelar Datuk Tan Malaka telah menggaungkan 'Indonesia Merdeka' sejak April 1925 lewat tulisannya yang terkenal Naar de Republiek Indonesia atau Menuju Republik Indonesia, sebuah tulisan yang sangat berani dan jauh melampaui zaman.

Tan pertama kali berkenalan dengan sosialisme dan komunisme ketika tinggal di Belanda pada tahun 1913-1919.

Halaman:

Editor: Ghazali Hasan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x