Mereka yang Memilih Pena adalah Senjata, jadi Tulisan Hingga Pengasingan

- 1 Oktober 2021, 17:06 WIB
Para pejuang dengan pena.
Para pejuang dengan pena. /Grafis ilustrasi ANTARA/Erie/Perdinan/

Setelah kembali ke Indonesia di akhir tahun 1919, Tan Malaka mengajar anak-anak kuli kontrak perkebunan Belanda dan kerap mengorganisasi pemogokan buruh.

Tahun 1922, Tan diasingkan pemerintah kolonial ke Belanda karena aktivitasnya yang terlibat pemogokan demi pemogokan dianggap berbahaya.
Dalam pengasingan, Tan aktif di Komunis Internasional (Komintern) dengan menjadi wakil untuk Asia Tenggara pada tahun 1923.

Tan Malaka dikenal sebagai sosok yang sangat produktif menulis. Dia juga menulis sederet pustaka penting lainnya, seperti Aksi Massa (1926), Materialisme, Dialektika dan Logika/Madilog (1926) ataupun Gerilya-Politik-Ekonomi/Gerpolek (1948).

Presiden pertama Indonesia Ir. Sukarno bahkan mengakui Naar de Republiek Indonesia dan Aksi Massa sangat berpengaruh kepada pemikiran politiknya.

 

Sayuti Melik,
Sayuti Melik,

Sayuti Melik (22 November 1908 - 27 Februari 1989)

Mohamad Ibnu Sayuti dikenal dalam sejarah sebagai pengetik naskah proklamasi. Namun, kiprahnya bukan hanya itu, Sayuti juga berjuang lewat tulisan-tulisannya. Dia adalah seorang wartawan.

Perkenalan pertamanya dengan pergerakan banyak dipengaruhi oleh majalah Islam Bergerak yang dipimpin oleh KH Misbach di Solo. Di usianya yang masih belasan pula Sayuti telah aktif menulis.

Karya tulisnya yang sering mengkritik kolonial membuat Sayuti dianggap berbahaya. Bahkan di usia 16 tahun atau pada 1924, Sayuti telah masuk penjara di Ambarawa dengan tuduhan menghasut rakyat.

Selang dua tahun, dia kembali masuk penjara. Kali ini tuduhannya ikut terlibat pemberontakan 1926. Dari penjara Banyumas, dia dibuang ke Boven Digul pada 1927 hingga bebas pada 1933.

Halaman:

Editor: Ghazali Hasan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x