Mereka yang Memilih Pena adalah Senjata, jadi Tulisan Hingga Pengasingan

- 1 Oktober 2021, 17:06 WIB
Para pejuang dengan pena.
Para pejuang dengan pena. /Grafis ilustrasi ANTARA/Erie/Perdinan/

Selang bebas dari Digul, Sayuti dan istrinya SK Trimurti yang juga aktivis perempuan mendirikan koran Pesat di Semarang pada 1937. Namun, perjalanan Pesat tidaklah mulus karena Sayuti dan Trimurti rajin bolak balik penjara akibat aktivitas politiknya.

Pesat kemudian dibredel Jepang selang empat tahun sejak terbit.

 

Abdul Muis.
Abdul Muis. Instagram.com/@haripahlawan2020

Abdul Muis (3 Juli 1883 - 17 Juni 1959)

Tulisan-tulisan Abdul Muis kental dengan semangat perlawanan terhadap Belanda. Pengalaman pertamanya di dunia jurnalistik bermula saat menjadi penyunting edisi bahasa Melayu Bintang Hindia.

Setelahnya, jejak Abdul Muis di dunia kewartawanan terlihat di banyak tempat, seperti di surat kabar ‘De Express’, koran Belanda ‘De Preanger-bode’, harian Neratja, Majalah Oetosan Melajoe, surat kabar Mimbar Rakyat serta Koran Perobahan.

Perjuangannya berlanjut ke Dewan Rakyat (Volksraad) sejak tahun 1920. Selama berada di Dewan Rakyat, Abdul Muis dikenal sangat kritis. Dia meminta pemerintah kolonial untuk menghapuskan kerja rodi dan menurunkan pajak.

Tidak hanya itu, dia juga sering berkeliling Nusantara untuk menggaungkan kemerdekaan dan perjuangan berbasis adat. Aktivitasnya itu menyulut kecurigaan Hindia Belanda.

Abdul Muis lantas ditangkap dan diadili tahun 1926 dengan tudingan penghasutan untuk melawan pemerintah. Dia divonis tidak boleh berpolitik dan dilarang keluar dari Pulau Jawa.

Pihak kolonial mempersilakan Abdul Muis memilih tempat pengasingan, dan dia memilih Garut, Jawa Barat.

Halaman:

Editor: Ghazali Hasan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x